Translate

Sabtu, 10 Mei 2014


­­­Kebiasaan Mengantarkanku Bersama Almamaterku
Oleh: Tyas Arifianti

Dulunya aku tak pernah menyangka jika dari kebiasaan ini mengantarkanku sampai di tingkat Kabupaten. Semuanya berawal dari aku yang senang sekali dengan bernyanyi. Masih terekam dengan jelas dalam memoriku, di mana dulu aku yang selalu bernyanyi setiap kali pulang dari sekolah Taman-Taman Kanak (TK). Apa yang diajarkan oleh Bu guru mengenai lagu-lagu selalu aku ulang ketika pulang sekolah. Bisa dibilang bernyanyi adalah pengantar sebelum aku tidur. Lagu yang saat itu aku nyanyikan adalah Pesawat Jet, Satu-Satu Aku Sayang Ibu, Sayonara, Bintang Kecil dan masih banyak lagi lagu-lagu yang aku nyanyikan. Bahkan Ibu sampai saat ini msaih ingat kebiasaanku yang satu ini. Hal yang mudah bagiku untuk menghafal lirik-lirik lagu, bahkan lagu-lagu dangdut yang dulu sering Bapak putar masih terekam jelas dipikiranku.
Kebiasaan bernyanyi dan menghafal lirik lagu dengan mudah itulah terbawa sampai aku duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kenangan itu tak akan pernah bisa aku lupakan, aku salah satu diantara ratusan siswa di sekolahku yang terpilih utnuk mewakili sekolah dalam kegiatan POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah). Di mana dalam kegiatan tersebut ada lomba paduan suara. Jangankan untuk bermimpi menjadi bintang kelas, berkhayal mewakili sekolah mengikuti ajang perlombaan saja tidak. Mungkin saat itu aku sedang ketiban ndaru dalam istilah Jawa yang artinya ketiban rejeki, dan rejeki itupun tak amu aku sia-siakan. Bersama teman-teman dan adik-adik kelas V yang terpilih mengikuti lomba paduan suara, aku berlatih bernyanyi setiap istirahat dan dilanjut sore sampai menjelang maghrib. Lagu yang aku nyanyikan untuk paduan suara sampai saat ini bahkan masih teringat begitu jelas, meski umurku sudah 20 tahun, kurang lebih liriknya seperti ini “Ya pra kanca dolanan neng njaba, padhang bulan padhange kaya rina. Rembulane sing ngawe-awe, ngelingake aja padha turu sore.” Sungguh bahagia, bahkan aku yang saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas VI, yang masih dainggap Bapak dan Ibu, anak baru kemarin sore, diberikan kesempatan untuk menginap di rumah guruku. Sebut saja Bu Titik, cantik parasnya, merdu suaranya, bersahaja orangnya. Semalam aku, teman-teman dan adik-adik diberi kesempatan untuk menginap untuk memantapkan vokal kami sebelum menjelang hari H.
Bahagia bukan kepalan, aku siswa SD sudah bisa jauh dari orang tua, demi mewujudkan sebuah impian. Pagi itu aku bersama teman beranjak pergi meninggalkan kediaman Bu Titik, tak lupa seblum meninggalkan kediaman Beliau, aku dan teman-teman berpamitan dengan keluarga Bu Titik, rasa terima kasih juga tak lupa disampaikan. Padepokan yang indah, arsitektur jaman dulu sekali, masih menggunakan kayu, bangunannya. Sampailah aku dan teman-teman di tempat perlombaan, ramai sekali pagi itu. Terlihat sekolah lain sudah menyiapkan matang-matang dalam perlombaan paduan suara pagi itu. Mengambil undian sebelum pentas, itu adalah salah satu dari persyaratan mengikuti paduan suara. Duduk berjejeran bersama teman-teman menikmati suasana dalam ruangan. Tak perlu lama menunggu giliran untuk tampil, karena sekolahku mendapat nomor undian tidak terlalu awal juga tidak terlalu akhir. Harap-harap cemas, keringat dingin mulai bertetesan. Jantung berdegup begitu kencangnya, melebihi suara drum. Akhirnya yang dinanti datang juga sekolahku SD N Karangsari 3 sekarang yang mendapat kesempatan untuk menampilkan paduan suara. Aku bersama teman-teman dan adik-adik saling menenangkan diri, tak lupa sebelum melangkahkan kaki ke panggung terlebih dahulu doa yang baik-baik, kami panjatkan kepada Tuhan. Melangkahkan kaki dengan penuh kemantapan, berurutan aku dan teman menaiki panggung. Ribuan mata penonton kini melihat kami di atas panggung. Ku hirup napas panjang-panjang dan lagu dolanan yang pertama kami nyanyikan tidak terlalu bruruk. Disusul dengan lagu kedua, kurang lebih liriknya seperti ini “ku lihat bunga melati, di taman indah berseri. Berkembang harum mewangi, perlambang kasih nan suci.” Aku menikmati suasana yang ada di ruang perlombaan pagi itu, dengan penuh semangat ku nyanyikan dualagu tadi. Sebagai akhir pementasan, tak lupa senyum simetris aku dan teman-temanku berikan kepada penonton.
Mendapat pengalaman, serta teman baru tentunya tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dalam hati tak henti-hentinya ku ucapkan kepada Sang Khalik. Karenanya aku bisa berada di ruangan ini dan mempunyai teman-teman baru dari sekolah lain. Banyak hal yang aku dapatkan dari teman-teman baruku, ilmu serta pengalaman-pengalamn baru. Sampai tak terasa waktu yang ku gunakan untuk menunggu hasil pengumuman pemenang perlombaan begitu cepat rasanya. Rasa cemas itu seketika datang lagi, panas dingin mulai menjalar di tubuh ini. Butiran bening dari kepalaku, satu persatu jatuh memsahi pipiku. Kini juara kedua sudah dimumkan dan hasilnya bukan sekolahku yang menempatinya. Disusul dengan juara satu bukan sekolahku juga ternyata yang menempati posisi itu. Sempat menyerah dan mempunyai pikiran “pasti kalah”, namun pikiran itu seketika menghilang teringat Bapak Ibu guru di sekolah menaruh harapan besar di perlombaan paduan suara kali ini. Optimis untuk meraih juara, kini mulai muncul lagi. Dalam hati penuh harap dan tak lupa doa terus ku panjatkan. Setelah beberapa menit menunggu, juara ketiga mulai diumumkan dan sungguh tak terduga apa yang aku katakan tadi menjadi kenyataan, jika sekolahku harus menerima kekalahan. Sedih, kecewa, marah semua perasaan itu campur aduk menjadi satu. Namun sosok Bu Titik dengan penuh kehangatan itu datang menghampiriku bersama teman-teman dan adik-adik. Tak terlihat raut wajah marah, kecewa ataupun jengkel dari Bu Titik. Beliau justru memberikan selamat kepada kami, sambil berkata “kalah menang itu hal yang biasa dalam sebuah perlombaan. Kalian semua hebat telah membawa almamater SD Negeri Karangsari 3, di tingkat Kabupaten untuk lomba paduan suara. Mungkin kali ini kalian belum jadi pemenang, tapi kalian telah menjadi pemenang dalam diri kalian sendiri. Karena kalian berhasil menunjukkan kepada semua orang jika kalian mempunyai kualitas, bukan hanya kuantitas, anak-anakku.” Sungguh hebat sekali guruku yang satu ini, kata-kata indahnya membuatku dan teman-teman kembali lagi tersenyum. Aku memang oulang dengan tangan hampa, tapi aku pulang membawa banyak cerita, ilmu dan pengalaman baru yang jarang-jarang didapatkan oleh anak-anak Sekolah Dasar lainnya.
So, kemampuan apapun yang kita miliki, jika kita memiliki niatan yang sungguh untuk mendalaminya, apa yang kita inginkan pasti akan terwujud. Bukan yang tajam, pintar, cerdas ataupun hebat, tapi yang bersungguh-sungguh itulah yang membawa hasil positif. Seperti aku ini contohnya, dari kebiasaan bernyanyi mengantarkanku bersama almamaterku dalam perlombaan paduan suara tingkat Kabupaten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar